Bagaimana cara pelajaran yang berhubungan dengan musik dapat memengaruhi kebahagiaan?
Menurut survei berskala besar yang dilakukan di Jepang pada tahun 2016, orang dewasa yang mempelajari musik saat masih anak-anak merasakan tingkat kebahagiaan yang lebih tinggi daripada mereka yang mempelajari topik lain. Bagaimana pelajaran musik masa kecil dapat memengaruhi kebahagiaan? Untuk mendapatkan jawabannya, kami berbincang dengan Profesor Sekolah Pascasarjana Keio University, Takashi Maeno.
Banyak lulusan Yamaha yang merasakan kebahagiaan dalam kehidupannya saat ini
──Bisakah Anda memberi tahu kami lebih banyak tentang survei ini dari tahun 2016?
Prof. Maeno: Survei yang diselenggarakan bersama oleh Sekolah Pascasarjana Desain dan Manajemen Sistem di Keio University dan Yamaha Music Foundation tersebut menargetkan 2.700 pekerja profesional pria dan wanita berusia antara 25 dan 34 tahun. Peserta disurvei pada tiga tema utama: Apakah Anda bahagia? Apakah Anda merasa puas dengan hidup Anda? Apakah Anda beradaptasi dengan dunia yang terhubung secara global?
──Yamaha Music School mendapat peringkat No. 1 berdasarkan pengalaman belajar siswa.
Prof. Maeno: Ya, ketika kami melihat peringkat kebahagiaan berdasarkan pengalaman belajar sampai sekolah menengah pertama, mereka yang bersekolah di Yamaha Music School menempati peringkat pertama.* Saya juga bersekolah di Yamaha Music School saat masih anak-anak, dan saya sangat terkejut dengan hasilnya.
──Anda memiliki spesialisasi studi kebahagiaan. Bidang akademik macam apa itu?
Prof Maeno: Ini adalah disiplin ilmu di mana kami mengajukan pertanyaan tentang kebahagiaan, memproses hasilnya secara statistik, mempelajari “orang seperti apa yang bahagia”, lalu mencoba menerapkan temuan kami untuk penggunaan praktis. Di luar negeri, ilmu ini sering kali disebut sebagai studi kebahagiaan atau studi kesejahteraan. Karena semakin banyak orang berfokus pada kelimpahan pikiran daripada kelimpahan materi, penelitian di bidang ini dilakukan secara aktif di seluruh dunia.
──Apa yang Anda maksud dengan menggunakan penelitian kebahagiaan untuk penggunaan praktis?
Prof. Maeno: Bisa diterapkan di bidang apa saja—manajemen, jasa, manufaktur, atau perumahan. Aplikasi dalam bidang manajemen terangkum dalam buku saya Happy Workplace Management – Creating Irresistible Teams (Shogakukan Inc. | Jepang).
──Anda menyebutkan pertanyaan tentang kebahagiaan. Bisakah Anda memberi tahu kami lebih banyak tentang isi dari pertanyaan-pertanyaan ini?
Prof. Maeno: Itu adalah pertanyaan yang dijawab peserta secara subjektif pada skala 0 sampai 10, yang bertujuan untuk mengukur “seberapa bahagia Anda sekarang”. Hasil akhirnya bisa dikatakan sebagai laporan kebahagiaan berdasarkan evaluasi diri.
Di sisi lain, ada indikator seperti nilai bagus, banyak teman, dan berpenghasilan tinggi yang dianggap sebagai penanda objektif. Namun, uang tidak selalu membuat orang bahagia. Melakukan penelitian kebahagiaan berdasarkan survei subjektif menjadi kegiatan utama studi kebahagiaan secara internasional. Dengan menggunakan metode statistik, menjadi mungkin untuk mengukur tingkat kebahagiaan secara ilmiah.
──Pertanyaan lain apa yang Anda gunakan selain "Apakah Anda bahagia?"
Prof. Maeno: Ada pertanyaan yang mengukur kepuasan hidup seperti “Apakah Anda merasa puas dengan hidup Anda?” Kebahagiaan dan kepuasan hidup juga merupakan indeks yang digunakan dalam Survei Preferensi Gaya Hidup Nasional pemerintah Jepang. Skor rata-rata di kedua kategori tersebut lebih tinggi bagi mereka yang pernah belajar musik daripada mereka yang tidak.
*Sebagaimana dinyatakan dalam laporan hasil survei, pemeringkatan ini tidak mempertimbangkan faktor perancu, dan karenanya tidak dapat dikatakan bahwa setiap jenis pelajaran itu sendiri yang menyebabkan perbedaan. Orang yang mengambil jenis pelajaran lain juga cenderung menaikkan tingkat kebahagiaan mereka. Hasil survei ini bukan berarti hanya pelajaran yang berhubungan dengan musik saja yang bisa membuat seseorang lebih bahagia.
Meningkatkan kerja sama dan keterampilan komunikasi melalui group lesson
──Menurut Anda, mengapa orang dewasa yang bersekolah di Yamaha Music School saat masih anak-anak merasa bahagia?
Prof. Maeno: Saya juga bersekolah di Yamaha Music School saat masih anak-anak. Saya ingat ketika saya baru mulai, saya berusaha sangat keras untuk memainkan “do-do-do, do-do-do” dengan satu jari. Seorang siswa yang lebih mahir di sebelah saya mulai memainkan melodi yang selaras dengan nada sederhana saya. Saya merasa sangat terharu.
──Jadi Anda membuat ensemble dimana anda memainkan lagu yang sama dengan siswa lain?
Prof. Maeno: Kegiatan memainkan satu lagu bersama-sama sebenarnya sangat sederhana. Namun, ada beberapa keuntungan yang benar-benar tak terukur yang ditemukan saat memainkan lagu bersama-sama sampai selesai.
Pelajaran piano tradisional berfokus pada pengembangan keterampilan individu. Namun di Yamaha Music School, Pelajaran Kelompok menjadi standar. Melalui pelajaran ini, siswa bukan hanya belajar untuk berkolaborasi, tetapi juga belajar tentang kegembiraan bermain musik untuk orang lain dan kesenangan yang datang dari pengembangan hubungan erat.
──Saya juga terkejut mengetahui bahwa di antara siswa sekolah menengah pertama tahun ketiga, mereka yang memiliki pengalaman belajar musik juga memiliki prestasi lebih baik secara akademis daripada mereka yang tidak memiliki pengalaman tersebut.
Prof. Maeno: Ada teori lama bahwa belajar musik memiliki korelasi dengan prestasi akademik. Mungkin saja anak-anak dengan nilai bagus cenderung belajar musik, tetapi mungkin juga belajar musik membantu siswa memperoleh pola pikir belajar.
── Elemen dasar pola pikir belajar dimasukkan ke dalam pelajaran di Yamaha Music School.
Prof Maeno: Satu hipotesis mengusulkan bahwa musik merangkum hanya aspek emosional dari memainkan melodi dengan perasaan, tetapi juga aspek teoritis dan matematis dari berpikir menggunakan nalar dan logika. Saya pikir salah satu kelebihan musik yaitu seseorang dapat memperoleh logika melalui pengalaman tubuh.
──Memupuk sentimen bersama dengan logika dan keterampilan matematika, benarkah?
Prof. Maeno: Ya. Dan dengan berlatih berulang kali, seseorang juga dapat memupuk keuletan tertentu melalui keterampilan, belum lagi keterampilan kolaboratif yang muncul saat mengembangkan hubungan dengan guru dan teman dalam group lesson!
Saya ingat ketika merasa frustrasi karena tidak bisa bermain dengan baik, jadi saya menangis saat berlatih (tertawa). Keuletan ini tentunya dimanfaatkan dengan baik dalam pekerjaan saya saat ini.
Kemampuan untuk beradaptasi dengan dunia yang terhubung secara global
──Bisakah Anda memberi tahu kami tentang faktor spesifik yang membuat orang bahagia?
Prof. Maeno: Penelitian sampai saat ini menunjukkan bahwa ada empat faktor utama.
Faktor 1 “Ayo coba!” (realisasi dan pertumbuhan diri)
Orang akan bertambah kebahagiaannya ketika mereka memiliki tujuan dan impian yang mereka perjuangkan untuk dicapai dan mendapatkan kekuatan.
Faktor 2 “Terima kasih!” (koneksi dan terima kasih)
Orang yang bersyukur, altruistik, baik hati, memiliki kelompok teman yang besar dan beragam, dan sering berhubungan dengan teman-teman ini.
Faktor 3 “Semuanya akan baik-baik saja!” (berpikir positif dan optimis)
Orang yang percaya apa yang akan terjadi, dan yang tidak mengkhawatirkan detailnya.
Faktor 4 “Jadilah diri sendiri” (kemandirian dan “langkah saya”)
Orang yang memiliki konsep diri yang mapan yang tidak peduli dengan apa yang orang lain pikirkan tentang mereka, tidak membandingkan diri mereka dengan orang lain, dan merasa puas dengan menjadi diri sendiri.
──Apakah Anda menyelidiki jenis studi selain musik?
Prof. Maeno: Ya, kami menyelidiki berbagai kegiatan seperti berenang, sepak bola, kelas bahasa Inggris, dan bimbingan belajar. Di antara pelajaran musik, peserta di Yamaha Music School memiliki tingkat kebahagiaan yang lebih tinggi daripada peserta kelas piano individu. Kami menemukan bahwa faktor “terima kasih” dan “ayo coba” sangat tinggi di antara siswa Yamaha Music School.
──Selain kebahagiaan, apakah benar Anda juga sedang menyelidiki seberapa baik orang beradaptasi dengan dunia yang terhubung secara global?
Prof Maeno: Benar. Kami menyebutnya kemampuan beradaptasi keragaman. Indeks ini mengukur apakah orang dapat berinteraksi dengan manusia yang beragam seiring kemajuan dunia jaringan global. Kami mengukur ini menggunakan Skala Keragaman Adaptasi yang dikembangkan oleh Sekolah Pascasarjana Desain dan Manajemen Sistem di Keio University.
──Bagaimana Anda mengukur kemampuan adaptasi keragaman?
Prof. Maeno: Kami melakukan ini dengan menggunakan delapan faktor—kepribadian, ambisi, kekuatan pandang luas, kreativitas, semangat altruistik, ketahanan, kekuatan membangun hubungan kepercayaan, dan komunikasi. Kedelapan faktor ini mengukur kemampuan seseorang untuk menunjukkan individualitasnya dan mencapai prestasi di lingkungan tempat berkumpulnya orang-orang dari berbagai latar belakang. Hasil survei menunjukkan bahwa mereka yang belajar musik saat masih anak-anak mendapat skor di atas rata-rata dalam tujuh dari delapan faktor.
──Pertanyaan seperti apa yang diajukan, misalnya tentang kreativitas?
Prof. Maeno: Peserta menilai diri mereka sendiri berdasarkan pernyataan seperti "Saya sering memunculkan gagasan baru yang tidak dapat dipahami orang lain”, “Saya memiliki kemampuan untuk menciptakan hal baru dengan menerapkan kecerdikan saya”, dan “Saya tahu pentingnya berpikir bebas tanpa terikat oleh nilai-nilai konvensional”. Sekali lagi, dengan pertanyaan-pertanyaan ini, mereka yang memiliki latar belakang belajar musik mendapat skor lebih tinggi daripada rekan mereka yang tidak belajar musik.
──Mereka yang memiliki pengalaman pendidikan musik tampaknya mendapat skor tinggi dari segi harga diri. Apakah ada faktor lain yang membuat skor mereka tinggi?
Prof. Maeno: Mereka juga mendapat nilai bagus dari segi kekuatan membangun hubungan kepercayaan. Menurut pendapat saya, banyak olahraga melibatkan banyak kerja tim, tetapi pada akhirnya ada pemenang dan pecundang. Ensemble musik sangat harmonis. Saya merasa bahwa membawakan satu lagu bersama memperkuat kemampuan seseorang untuk membangun kepercayaan di antara teman sebaya.
Takashi Maeno
Profesor
Sekolah Pascasarjana Desain dan Manajemen Sistem, Keio University
Memperoleh gelar sarjana dan magister Teknik Mesin dari Tokyo Institute of Technology masing-masing pada tahun 1984 dan 1986, bergabung dengan Canon Inc. pada tahun 1986. Tamu Kunjungan Industri di University of California, Berkeley dari tahun 1990 hingga 1992. Meraih gelar Doktor Teknik dari Tokyo Institute of Technology pada tahun 1993. Bergabung dengan Fakultas Sains dan Teknologi Keio University pada tahun 1995 sebagai dosen, menjadi asisten profesor dan kemudian profesor. Profesor tamu di Harvard University pada tahun 2001. Menjadi profesor Sekolah Pascasarjana Desain dan Manajemen Sistem (SDM) pada tahun 2008, dekan mulai April 2011 hingga September 2019.
Teks: Mikako Wakiya/Foto: Naoaki Watanabe