Cerita Di Balik Kisah Xeno
Warisan Semangat yang Melampaui Ruang dan Waktu — Kisah Pengembangan Trumpet Xeno Series
Bab Tiga: Lahirnya Xeno Series
Pada tahun 1978, sebelum diluncurkannya trumpet New Custom, sudah ada upaya untuk meluncurkan "proyek pengembangan heavy model" di dalam perusahaan untuk memenuhi kebutuhan para pemain yang lebih menyukai instrumen merek lama ketika Kawasaki, yang sedang berada di Studio Tokyo pada saat itu, menerima permintaan tak terduga dari Thomas Stevens, pemain trumpet utama dari Los Angeles Philharmonic. Stevens menyuruh trumpetnya diperbaiki setelah rusak, tetapi dia tidak puas dengan hasilnya dan meminta Yamaha untuk membuatkan alat baru untuknya. Ternyata pendiri merek tersebut sebenarnya telah menjual fasilitas produksinya pada tahun 1961, dan sejak itu ada masalah dengan kualitas, yang menyebabkan semakin banyak pemain beralih ke Yamaha untuk mencari pengganti untuk instrumen mereka.
Memenuhi permintaan Stevens telah memberikan kesempatan unik bagi Kawasaki dan anggota proyek lainnya untuk meneliti instrumen merek tersebut. Mereka melakukan upaya keras, dengan melakukan pengukuran dimensi secara mendetail dan menganalisis bahan produk—mengimpor barang-barang yang tidak tersedia di Jepang dari AS—dan mereka bahkan melakukan perjalanan ke New York untuk bertemu dengan pengrajin yang sebelumnya telah membentuk bell untuk merek tersebut. Menyibak rahasia desain yang sangat asing dengan cita-cita Schilke akan memakan banyak waktu, dan Kawasaki terus meneliti instrumen bahkan setelah ia kembali ke bagian desain di kantor pusat Yamaha pada tahun 1983, bersama dengan Imaoka, teknisi prototipe Masao Suzuki, dan Okabe, yang menggantikan posisi Kawasaki di Studio Tokyo. Mereka harus membuat ratusan bell sendirian, belum lagi bagian-bagian lainnya, dan mereka membuat penemuan penting yang memengaruhi kualitas suara selama proses trial and error dan kesalahan untuk mengeksplorasi teknik pengolahan logam dan metode perlakuan panas bell tersebut setelah dibentuk.
Anggota proyek melanjutkan siklus pengembangan dan mengirimkan prototipe kepada Stevens untuk diuji hingga pada tahun 1988, setelah 10 tahun berlalu, mereka akhirnya berhasil membuat trumpet yang memuaskan. Selain mendengar Stevens berkata, "akhirnya Anda berhasil," anggota proyek diberi penghargaan atas kerja keras mereka ketika seluruh bagian trumpet Los Angeles Philharmonic beralih ke trumpet Yamaha. Pada saat itu, jelas bahwa semangat para desainer akhirnya membuahkan hasil.
Dengan memanfaatkan pengetahuan dan pengalaman yang dikembangkan selama waktu tersebut, Yamaha meluncurkan heavy model YTR-8335H dengan peluncuran di Jepang saja pada tahun 1986. Trumpet ini akan menjadi pendahulu Xeno. YTR-8335H adalah model pertama Yamaha dengan dua brace dan berhasil menghasilkan “suara yang substantial dan solid” yang diupayakan dengan keras oleh para perancang, tetapi kelemahannya adalah beberapa pemain berpendapat menggunakan instrumen ini dalam jangka waktu yang lama akan melelahkan. Kendala inilah yang mulai menyebabkan para pemain mencari instrumen mereka di tempat lain, dan para perancang yang kesal mulai melakukan perbaikan.
Mereka mengejar pengembangan, mengupayakan kerja sama dengan pemain di New York yang cenderung berdampak pada penjualan, termasuk Philip Smith dari New York Philharmonic, yang seperti Stevens, sedang mencari pengganti untuk instrumennya, dan Mark Gould dari Metropolitan Opera Orchestra. Pada saat yang sama, Kawasaki juga pindah kembali ke AS untuk mulai mengerjakan model generasi berikutnya di Yamaha Communication Center (YCC) yang baru didirikan di New York City.
Anggota tim pengembangan pada saat itu termasuk Kawasaki di YCC, Imaoka dan Okabe di studio di Tokyo dan Jerman, Suzuki, dan Shunichi Niwata, yang ditugaskan di bagian desain di kantor pusat Yamaha pada tahun 1987 sebagai pengganti Imaoka. Selain brace, anggota tim siap menyelesaikan setiap masalah yang mengganggu para pemain. Prototipe diuji berulang kali dan dinilai oleh banyak sekali pemain di Eropa, Amerika, dan Jepang. Setelah para anggota yakin bahwa mereka telah memenuhi standar para pemain ini, mereka akhirnya memutuskan untuk merilis model baru.
Dengan peluncuran model baru yang telah lama ditunggu-tunggu, divisi penjualan di Yamaha meminta agar alat musik baru tersebut diberi nama yang cocok sebagai produk andalan. Sambil mencari tahu apakah suatu kata mengekspresikan lintasan semangat tim, Kawasaki mulai mencari-cari di kamus bahasa Inggris halaman demi halaman dari awal. Tepat ketika dia hampir mencapai bagian akhir kamus, dia akhirnya melihat sebuah kata yang menarik perhatiannya: Xeno. Yang berarti "dari tempat asing," tidak ada kata yang lebih tepat untuk menggambarkan tantangan yang mereka taklukkan dengan bantuan dari para pemain yang berasal dari luar negeri. Maka pada tahun 1990, untuk pertama kalinya Yamaha merilis alat musik tiup dengan nama yang dipilih oleh penciptanya sebagai simbol semangat mereka. Xeno Series pun lahir.
Jelas dari sejarahnya, kelahiran Xeno merupakan upaya kolaborasi yang unik dan efektif antara perancang, pemain, personil prototipe dan produksi, serta staf studio. Di pabrikan lain, keempat peran ini diawasi oleh satu orang, tetapi Yamaha kini telah menciptakan sistem di mana pekerjaan akan dibagi antara perancang dan studio, dengan peran yang dirotasi setiap beberapa tahun sekali.
Dengan terlibat dalam desain produk dan mendengarkan masukan dari pemain sebagai bagian dari hubungan artis di studio, perancang dapat benar-benar memahami esensi produksi alat musik tiup. Pengembangan metode inilah yang merupakan inovasi nyata Yamaha dalam produksi alat musik tiup yang dihasilkan dari pembuatan Xeno Series.